Kemilau cahaya yang terang
menyerupai fajar di pagi hari, mampu menimbulkan mitos di kalangan Bangsa
Yunani. Mereka menyebut pendar cahaya itu sebagai Sang Dewa Fajar yang didalam ilmu pengetahuan modern
disebut sebagai Aurora.
Aurora adalah
fenomena alam yang menyerupai pancaran cahaya yang menyala-nyala pada
lapisan ionosfer sebagai akibat adanya interaksi
antara medan magnet yang dimiliki planet bumi dengan partikel
bermuatan yang dipancarkan oleh Matahari.
Aurora
terjadi di daerah di sekitar Kutub Utara dan Kutub
Selatan magnetiknya. Aurora yang terjadi di daerah sebelah Utara dikenal
dengan nama Aurora Borealis yang dinamai dengan nama Dewi Fajar
Rom, Aurora, dan nama Yunani untuk angin utara, Boreas.
Di eropa, aurora sering terlihat kemerah-merahan di ufuk utara seolah-olah
Matahari akan terbit dari arah tersebut. Aurora borealis selalu terjadi di
antara September dan Oktober dan Maret dan April. Fenomena aurora di sebelah
Selatan yang dikenal dengan Aurora Australis mempunyai sifat-sifat
yang serupa.Tapi kadang-kadang aurora muncul di puncak gunung di iklim tropis.
Aurora merupakan pancaran
cahaya pada langit daerah lintang tinggi, sebagai akibat atas pembelokan
partikel angin matahari oleh magnetosfer ke arah kutub, serta adanya reaksi
dengan molekul-molekul atmosfer. Matahari, atau Bintang merah yang menjadi
pusat orbit planet-planet wilayah tata surya pada inti pusatnya, ia memiliki
suhu 14 juta kelvin dengan tekanan 100 milyar kali lipat tekanan atmosfer di
bumi. Cahaya yang dipancarkan matahari berasal dari reaksi fusi termonuklir
yang terjadi pada inti bintang. Secara konveksi, energi hasil reaksi fusi
tersebut dialirkan ke permukaan. Dari aliran konveksi tersebut, tercipta medan
magnet yang sangat kuat di permukaan matahari. Daerah-daerah medan magnet
tersebut relatif gelap (lebih dingin) dari pada sekitarnya, sehingga ia
dinamakan bintik matahari atau sunspot.
Sunspot ini dianggap
sebagai bendungan pasir pada arus air yang liar, ketika kekuatannya sudah tak
sanggup lagi menahan tekanan arus, maka ia akan jebol. Jebolnya sunspot ini
akan memuntahkan kandungan energi yang disalurkan sebagai arus proton atau
elektron. Energi yang dilontarkan keluar oleh matahari tersebut yang disebut
sebagai angin matahari. Jika dengan intensitas yang besar maka dinamakan badai
matahari.
Perjalanan angin matahari
menuju bumi, dapat ditempuh selama 18 jam hingga 2 hari perjalanan antariksa.
Ketika melewati Merkurius dan Venus, angin matahari akan langsung begitu
saja menerpa atmosfernya, sehingga planet tersebut mengalami peningkatan suhu
yang luar biasa akibat dari terpaan aliran proton dan elektron yang dibawanya.
Namun demikian, lain halnya ketika angin matahari itu menghantam bumi.
Bumi ini bagaikan magnet
yang berukuran sangat besar, dengan kutub-kutub magnetnya hampir berdekatan
dengan kutub geografis bumi. Sehingga bumi ini dilapisi oleh medan magnet
(magnetosfer) yang berbentuk sebuah perisai yang mirip dengan buah apel, dimana
bumi berada pada inti buahnya dan magnetosfer berada pada kulit buah
apel.magnetosfer ini terdiri dari beberapa lapisan, dengan lapisan terbawahnya,
sabuk radiasi van allen yang berada di sekitar ekuator (khatulistuwa). Layaknya
sebuah perisai, magnetosfer dan sabuk van allen melindungi bumi dari terpaan
partikel angin matahari.
Ketika angin matahari
menerpa magnetosfer, partikel-partikel angin matahari dibelokkan dan tertarik
menuju kutub medan magnet bumi. Semakin tinggi energi partikel, maka semakin
dalam lapisan magnetosfer yang berhasil ditembus olehnya. Aliran partikel yang
tertarik ke kutub medan magnet bumi akan bertumbukan dengan atom-atom yang ada
di atmosfer. Energi yang dilepaskan akibat reaksi dari proton dan elektron yang
bersinggungan dengan atom-atom di atmosfer, dapat dilihat secara visual melalui
pendar cahaya yang berwarna-warni di langit, atau yang kita kenal sebagai
aurora. Di kutub utara bumi, aurora ini disebut sebagai aurora borealis,
dan di kutub selatan, disebut sebagai aurora australis.
Perbedaan warna ini
dipengaruhi oleh jenis atom yang berinteraksi dengan proton dan elektron,
mengingat pada ketinggian-ketinggian tertentu, jenis atom penyusun atmosfer
tidaklah sama. Pada ketinggian di atas 300 km, partikel angin matahari akan
bertumbukan dengan atom-atom hidrogen sehingga terbentuk warna aurora kemerah-merahan.
Semakin turun, yakni pada ketinggian 140 km, partikel angin matahari bereaksi
dengan atom oksigen yang membentuk cahaya aurora berwarna biru atau
ungu. Sementara itu, pada ketinggian 100 km proton dan elektron bersinggungan
dengan atom oksigen dan nitrogen sehingga aurora tervisualkan dengan
warna hijau dan merah muda.