Rabu, 08 Januari 2014

AURORA






Kemilau cahaya yang terang menyerupai fajar di pagi hari, mampu menimbulkan mitos di kalangan Bangsa Yunani. Mereka menyebut pendar cahaya itu sebagai Sang Dewa Fajar  yang didalam ilmu pengetahuan modern disebut sebagai Aurora.

Aurora adalah fenomena alam yang menyerupai pancaran cahaya yang menyala-nyala pada lapisan ionosfer  sebagai akibat adanya interaksi antara medan magnet yang dimiliki planet bumi dengan partikel bermuatan yang dipancarkan oleh Matahari.
Aurora terjadi di daerah di sekitar Kutub Utara dan Kutub Selatan magnetiknya. Aurora yang terjadi di daerah sebelah Utara dikenal dengan nama Aurora Borealis yang dinamai dengan nama Dewi Fajar Rom, Aurora, dan nama Yunani untuk angin utara, Boreas. Di eropa, aurora sering terlihat kemerah-merahan di ufuk utara seolah-olah Matahari akan terbit dari arah tersebut. Aurora borealis selalu terjadi di antara September dan Oktober dan Maret dan April. Fenomena aurora di sebelah Selatan yang dikenal dengan Aurora Australis mempunyai sifat-sifat yang serupa.Tapi kadang-kadang aurora muncul di puncak gunung di iklim tropis.

Aurora merupakan pancaran cahaya pada langit daerah lintang tinggi, sebagai akibat atas pembelokan partikel angin matahari oleh magnetosfer ke arah kutub, serta adanya reaksi dengan molekul-molekul atmosfer. Matahari, atau Bintang merah yang menjadi pusat orbit planet-planet wilayah tata surya pada inti pusatnya, ia memiliki suhu 14 juta kelvin dengan tekanan 100 milyar kali lipat tekanan atmosfer di bumi. Cahaya yang dipancarkan matahari berasal dari reaksi fusi termonuklir yang terjadi pada inti bintang. Secara konveksi, energi hasil reaksi fusi tersebut dialirkan ke permukaan. Dari aliran konveksi tersebut, tercipta medan magnet yang sangat kuat di permukaan matahari. Daerah-daerah medan magnet tersebut relatif gelap (lebih dingin) dari pada sekitarnya, sehingga ia dinamakan bintik matahari atau sunspot.

Sunspot ini dianggap sebagai bendungan pasir pada arus air yang liar, ketika kekuatannya sudah tak sanggup lagi menahan tekanan arus, maka ia akan jebol. Jebolnya sunspot ini akan memuntahkan kandungan energi yang disalurkan sebagai arus proton atau elektron. Energi yang dilontarkan keluar oleh matahari tersebut yang disebut sebagai angin matahari. Jika dengan intensitas yang besar maka dinamakan badai matahari.
Perjalanan angin matahari menuju bumi, dapat ditempuh selama 18 jam hingga 2 hari perjalanan antariksa. Ketika melewati Merkurius dan Venus, angin matahari akan langsung begitu saja menerpa atmosfernya, sehingga planet tersebut mengalami peningkatan suhu yang luar biasa akibat dari terpaan aliran proton dan elektron yang dibawanya. Namun demikian, lain halnya ketika angin matahari itu menghantam bumi.

Bumi ini bagaikan magnet yang berukuran sangat besar, dengan kutub-kutub magnetnya hampir berdekatan dengan kutub geografis bumi. Sehingga bumi ini dilapisi oleh medan magnet (magnetosfer) yang berbentuk sebuah perisai yang mirip dengan buah apel, dimana bumi berada pada inti buahnya dan magnetosfer berada pada kulit buah apel.magnetosfer ini terdiri dari beberapa lapisan, dengan lapisan terbawahnya, sabuk radiasi van allen yang berada di sekitar ekuator (khatulistuwa). Layaknya sebuah perisai, magnetosfer dan sabuk van allen melindungi bumi dari terpaan partikel angin matahari.

Ketika angin matahari menerpa magnetosfer, partikel-partikel angin matahari dibelokkan dan tertarik menuju kutub medan magnet bumi. Semakin tinggi energi partikel, maka semakin dalam lapisan magnetosfer yang berhasil ditembus olehnya. Aliran partikel yang tertarik ke kutub medan magnet bumi akan bertumbukan dengan atom-atom yang ada di atmosfer. Energi yang dilepaskan akibat reaksi dari proton dan elektron yang bersinggungan dengan atom-atom di atmosfer, dapat dilihat secara visual melalui pendar cahaya yang berwarna-warni di langit, atau yang kita kenal sebagai aurora. Di kutub utara bumi, aurora ini disebut sebagai aurora borealis, dan di kutub selatan, disebut sebagai aurora australis.


Perbedaan warna ini dipengaruhi oleh jenis atom yang berinteraksi dengan proton dan elektron, mengingat pada ketinggian-ketinggian tertentu, jenis atom penyusun atmosfer tidaklah sama. Pada ketinggian di atas 300 km, partikel angin matahari akan bertumbukan dengan atom-atom hidrogen sehingga terbentuk warna aurora kemerah-merahan. Semakin turun, yakni pada ketinggian 140 km, partikel angin matahari bereaksi dengan atom oksigen yang membentuk cahaya aurora berwarna biru atau ungu. Sementara itu, pada ketinggian 100 km proton dan elektron bersinggungan dengan atom oksigen dan nitrogen sehingga aurora tervisualkan dengan warna hijau dan merah muda.